Translate Bahasa

Jumat, 19 September 2014

Limbah Uang BI

Perajin kertas koran bekas, Siti Aminah, mendapat tantangan dari Bank Indonesia Solo untuk mengolah limbah uang kertas. “Saya ingin memanfaatkannya jadi bahan baku kerajinan,” katanya.

Bank Indonesia Solo tiap hari memproduksi rata-rata 200 kilogram uang tidak layak edar. Limbah uang kertas berbentuk briket tersebut tidak bisa dibakar karena mencemari lingkungan. Jika dibuang begitu saja, akan menumpuk dan memenuhi tempat pembuangan sampah.


Contoh : Briket Uang Kertas

Tahap pertama, Siti mengubah uang kertas berbentuk briket menjadi bubur kertas dengan bantuan bahan kimia. Lalu dicetak menjadi lembaran kertas ukuran 40x60 sentimeter. Sebagai tahap awal, dia pernah memproduksi buku catatan dan wadah dari limbah uang kertas.


Contoh : Buku Catatan dari limbah uang BI

Seiring permintaan pasar selain kerajinan kertas Siti pun bisa membuat limbah uang kertas itu menjadi asbak, vandel, keramik dan walpaper dinding. Pada barang-barang tersebut masih terlihat motif uang meskipun uang kertas tak layak edar itu sudah diremuk. Itulah yang menjadi ciri khas kerajian dari limbah uang.


Contoh : Walpaper Dinding dari Limbah Uang BI

Tim Kreatif Bina Usaha Mandiri, Eko Aryanto, menyampaikan limbah uang kertas hanya dicampur dengan resin dan katalis untuk menghasilkan bahan siap cetak.

“Campuran itu dimasukkan ke dalam cetakan menjadi bentuk yang diinginkan,” kata Eko,

Dia menyampaikan pembuatan kerajinan dari limbah uang itu baru dalam tahap uji coba. Saat ini dia sudah memiliki sepuluh macam bentuk. Proyek terbesarnya adalah menjadikan limbah uang itu menjadi keramik lantai dan wallpaper dinding. Kendati baru tahap uji coba, pihaknya sudah mendapat pesanan Lampung khusus untuk alas meja.

“Tapi belum bisa kami layani. Karena, sebelum barang-barang ini kami komersilkan, atau kami jual, kami harus dapat persetujuan dulu dari pihak BI,” kata Eko.

Seperti diketahui, selama ini BI Solo menghasilkan briket atau olahan uang tak layak edar yang sudah diremuk rata-rata 400 kilogram setiap pekannya. Dan saat ini, kebutuhan pengrajin terhadap limbah uang itu baru 200 kilogram itu pun satu bulan. Pihaknya berharap jika produk kerajinan dari limbah uang itu sudah bisa dimaksimalkan baik terutama dari sisi kualitas dan siap dipasarkan, maka pemanfaatan limbah uang juga bisa lebih banyak.

Bagaimana soal nilai jual produk tersebut. Siti Aminah pernah menjelaskan jika dibandingkan dengan pembuatan kerajinan kertas, pemanfaatan limbah uang menjadi keramik lantai atau wallpaper dinding jauh memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Dia membandingkan, dari satu kilogram limbah uang kertas akan dihasilkan kurang lebih 75 lembar kertas untuk pembuatan kerajinan berukuran 40 cm x 60 cm dengan ketebalan 1-2 milimeter. Dari 75 lembar kertas bisa jadi 75 item produk kerajinan yang mampu dijual dengan harga Rp15.000 hingga Rp20.000 per item.

Saat masih dalam bentuk lembaran kertas, satu lembar dijual hanya Rp5.000 hingga Rp6.000. “Sementara, jika dijadikan wallpaper misalnya yang berukuran 1,2 meter x 1,2 meter bisa mencapai Rp150.000 per lembarnya,” terang Siti.

Memang harga pasti untuk produk-produk itu belum ada. Tapi Eko memperkirakan, jika limbah uang itu dibuat menjadi asbak, maka bisa laku kisaran harga Rp20.000 per item. Vandel atau patung wisudah bisa mencapai harga kisaran Rp50.000 hingga Rp60.000 per item.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar